Para astronom telah menemukan bahwa lubang hitam (black hole) pada pusat galaksi kita telah mengalami gejolak pada sekitar 3 tiga abad lalu. Penemuan ini membantu memecahkan misteri lama: mengapa lubang hitam pada galaksi Bima Sakti tampak begitu tenang?
Lubang hitam tersebut, dikenal sebagai Sagittarius A* (dieja: “A-star”), tergolong raksasa, dengan massa 4 juta kali massa Matahari. Namun demikian, energi yang dipancarkan dari sekelilingnya justeru lauh lebih lemah daripada yang dilepaskan oleh lubang hitam di pusat galaksi lain.
Studi terbaru, yang akan diterbitkan dalam publikasi perhimpunan atronomi Jepang, mengkombinasikan hasil dari satelit sinar-X Suzaku dan ASCA milik Jepang, observatorium sinar-X Chandra milik NASA, dan observatorium sinar-X XMM-Newton milik Badan Ruang Angkasa Eropa, ESA.
Data yang didapatkan antara tahun 1994 dan 2005 menyingkap kenyataan bahwa awan gas di dekat lubang hitam di pusat galaksi Bima Sakti berpijar dan meredup secara cepat dalam gelombang sinar-X sebagai respon terhadap denyut sinar-X yang terpancar dari pinggiran lubang hitam.
Citra Chandra yang menunjukkan pusat galaksi Bima Sakti. Tanda panah menunjukkan posisi lubang hitam Sagittarius A* / Sgr A*. (Gambar: NASA/CXC/MIT/Frederick K. Baganoff et al.)
Denyut sinar-X itu memerlukan 300 tahun untuk melintasi jarak antara lubang hitam di pusat galaksi dan kabut besar yang dikenal sebagai Sagittarius B2. Dengan demikian, awan tersebut merespon suatu kejadian yang berlangsung 300 tahun sebelumnya. Saat sinar-X mencapai kabut tersebut, ia akan menumbuk atom-atom besi , melontarkan elektron yang berdekatan dengan inti atom. Saat elektron dari luar mengisi kekosongan yang ditimbulkan, atom besi akan melepaskan sinar-X. Namun setelah denyut sinar-X berlalu, kabut tersebut akan kembali ke kecerlangan semula.
Yang menarik, sebuah daerah di Sagittarius B2 yang hanya membentang sejauh 10 tahun cahaya diketahui memiliki kecerlangan yang bervariasi hanya dalam 5 tahun belakangan. Kecerlangan ini diketahui sebagai suatu gema cahaya (light echoes). Dengan menetapkan garis spektral sinar-X dari atom besi, observasi dengan Suzaku memegang peranan penting dalam mengeliminasi kemungkinan bahwa gema cahaya tersebut berasal dari partikel subatomik.
Dengan mengamati bagaimana berpijar dan meredup selama 10 tahun, para ilmuwan dapat menelusuri aktivitas lubang hitam pada 300 tahun lalu. Dari sana diketahui bahwa pada 300 tahun lalu, lubang hitam tersebut sejuta kali lebih cemerlang daripada sekarang.
Studi terbaru ini dibangun berdasarkan riset dari beberapa kelompok yang mempelopori teknik pemanfaatan gema cahaya. Tahun lalu, suatu kelompok yang dipimpin oleh Michael Muno, yang kini bekerja di di California Institute of Technology, Pasadena, California, menggunakan teleskop Chandra untuk mengamati gema sinar-X yang menunjukkan bahwa Sagitarius A* telah melepaskan flare (ledakan) sinar-X pada sekitar 50 tahun lalu, namun dalam intensitas sekitar 10 kali lebih kecil daripada flare yang terjadi pada 3 abad lalu.
Pusat galaksi terletak sejauh 26.000 tahun cahaya dari Bumi, yang berarti bahwa kita sedang menyaksikan peristiwa yang terjadi pada 26.000 tahun lampau. Para astronom masih belum memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang mengapa Sagittarius A* memiliki aktifitas yang sangat bervariasi. Salah satu kemungkinan adalah karena adanya supernova pada beberapa abad yang lalu telah menyemburkan gas yang kemudian terhisap oleh lubang hitam tersebut. Tingginya konsentrasi gas yang terhisap akhirnya menyebabkan terjadinya flare raksasa pada lubang hitam.
Jumat, 31 Oktober 2008
Kamis, 30 Oktober 2008
Perhitungan Cahaya
Cahaya adalah bagian dari gelombang elektromagnetik sekaligus sebagai materi tercepat di jagat raya ini, dengan kecepatan gerak sebesar 299279.5 km/det yang dalam perhitungan dibulatkan menjadi 300000 km/det. Nilai kecepatan yang diberi simbol c ini telah diukur-dihitung dan ditentukan serta menjadi konsensus Internasional, oleh berbagai institusi berikut :
• US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det.
• The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590 + 0.0008 km/det.
• Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar, dimana “Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik".
Selain beberapa institusi di atas, seorang Fisikawan Muslim dari Mesir yang bernama DR. Mansour Hassab El-Naby menemukan sebuah cara istimewa untuk mengukur kecepatan cahaya ini. Menurut Dr. El-Naby, nilai c tersebut bisa ditentukan/dihitung dengan tepat berdasar informasi dari dokumen yang sangat tua. Perhitungan ini adalah menggunakan informasi dari kitab suci yang diturunkan 14 abad silam, Al-Quran, kitab suci umat Islam.
Dalam Al-Quran dinyatakan:
“Dialah (Allah) yang menciptakan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanya tempat-tempat bagi perjalanan bulan itu agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)"
(QS.10:5)
“Dialah (Allah) yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar dalam garis edarnya"
(QS.21:33).
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu."
(QS.32:5)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, terutama ayat yang terakhir (QS. 32:5) dapat disimpulkan bahwa jarak yang dicapai Sang Urusan selama satu hari sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun, dan karena satu tahun adalah 12 bulan, maka waktu tersebut menjadi 12000 bulan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai:
c . t = 12000 . L
dimana :
c = kecepatan Sang Urusan
t = waktu selama satu hari
L = panjang rute edar bulan selama satu bulan
Panjang rute edar bulan selama satu bulan adalah panjang kurva yang dibentuk oleh bulan selama melakukan revolusi pada sistem periode bulan sideris. Periode bulan sebenarnya ada dua jenis, sideris dan sinodis. Berbagai sistem kalender telah diuji, namun sistem kalender bulan sideris menghasilkan nilai c yang persis sama dengan nilai c yang sudah diketahui melalui pengukuran Dua macam sistem kalender bulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sistem sinodis, yang didasarkan atas penampakan semu gerak bulan dan matahari dari bumi, dimana:
1 hari = 24 jam
1 bulan = 29.53059 hari
2. Sistem sideris, yang didasarkan atas pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta, dimana: 1 hari = 23 jam 56 menit 4.0906 detik = 86164.0906 detik 1 bulan = 27.321661 hari.
Ada perbedaan antara periode bulan sideris dan sinodis. Pada periode sinodis, satu bulan penuh adalah 29.5 hari dimana posisi bulan kembali ke posisi semula tepat pada garis lurus antara matahari dan bumi, dan rutenya berupa lingkaran. Sementara pada periode bulan sideris satu bulan penuh ditempuh selama 27.3 hari dan rutenya bukan berupa lingkaran, melainkan berbentuk kurva yang panjangnya L. Nilai L ini secara matematis dapat dituliskan sebagai:
L = v . T
Dimana:
v = kecepatan gerak bulan
T = periode revolusi bulan = 27.321661 hari
Sudut yang dibentuk oleh revolusi bulan selama satu bulan sideris, adalah: 27.321661 hari
a = --------------------- x 360o
365.25636 hari
a = 26.92848o
Sebuah catatan yang perlu diketahui adalah tentang kecepatan bulan (v). Ada dua tipe kecepatan bulan, yaitu:
1. Kecepatan relatif terhadap bumi yang bisa dihitung dengan rumus berikut: ve = 2 . p . R / T
Dimana:
R = jari-jari revolusi bulan = 384264 km
T = periode revolusi bulan = 655.71986 jam
Jadi, ve = 2 x 3.14162 x 384264 km / 655.71986 jam
= 3682.07 km/jam
2. Kecepatan relatif terhadap bintang atau alam semesta. Kecepatan ini yang akan diperlukan untuk menentukan perhitungan kecepatan cahaya (sang urusan). Menurut Albert Einstein, kecepatan jenis kedua ini dapat dihitung dengan mengalikan kecepatan jenis pertama dengan Cos a, sehingga secara matematis:
v = ve x Cos a
Dimana:
a = sudut yang dibentuk oleh revolusi bumi selama satu bulan sideris, = 26.92848o
Selanjutnya dengan mengingat beberapa parameter yang sudah diketahui berikut ini:
L = v . T,
v = ve . Cos a,
ve = 3682.07 km/jam,
a = 26.92848o,
T = 655.71986 jam, dan
t = 86164.0906 det,
maka nilai kecepatan sang urusan akan menjadi:
c.t = 12000 . L
c.t = 12000 . v.T
c.t = 12000 .(ve.Cos a).T
c = 12000.ve.Cos a.T/t
c = 12000 x 3682.07 km/jam x 0.89157 x 655.71986 jam/86164.0906 det
c = 299792.5 km/det
Jadi:
c = 299792.5 km/det
Kita bandingkan c (kecepatan sang urusan) hasil perhitungan ini dengan nilai c (kecepatan cahaya) sebagaimana yang sudah diketahui!
Nilai c hasil perhitungan => c = 299792.5 km/det
Nilai c hasil pengukuran:
1. US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det
2. The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590+0.0008 km/det
• US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det.
• The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590 + 0.0008 km/det.
• Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar, dimana “Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik".
Selain beberapa institusi di atas, seorang Fisikawan Muslim dari Mesir yang bernama DR. Mansour Hassab El-Naby menemukan sebuah cara istimewa untuk mengukur kecepatan cahaya ini. Menurut Dr. El-Naby, nilai c tersebut bisa ditentukan/dihitung dengan tepat berdasar informasi dari dokumen yang sangat tua. Perhitungan ini adalah menggunakan informasi dari kitab suci yang diturunkan 14 abad silam, Al-Quran, kitab suci umat Islam.
Dalam Al-Quran dinyatakan:
“Dialah (Allah) yang menciptakan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanya tempat-tempat bagi perjalanan bulan itu agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)"
(QS.10:5)
“Dialah (Allah) yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar dalam garis edarnya"
(QS.21:33).
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu."
(QS.32:5)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, terutama ayat yang terakhir (QS. 32:5) dapat disimpulkan bahwa jarak yang dicapai Sang Urusan selama satu hari sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun, dan karena satu tahun adalah 12 bulan, maka waktu tersebut menjadi 12000 bulan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai:
c . t = 12000 . L
dimana :
c = kecepatan Sang Urusan
t = waktu selama satu hari
L = panjang rute edar bulan selama satu bulan
Panjang rute edar bulan selama satu bulan adalah panjang kurva yang dibentuk oleh bulan selama melakukan revolusi pada sistem periode bulan sideris. Periode bulan sebenarnya ada dua jenis, sideris dan sinodis. Berbagai sistem kalender telah diuji, namun sistem kalender bulan sideris menghasilkan nilai c yang persis sama dengan nilai c yang sudah diketahui melalui pengukuran Dua macam sistem kalender bulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sistem sinodis, yang didasarkan atas penampakan semu gerak bulan dan matahari dari bumi, dimana:
1 hari = 24 jam
1 bulan = 29.53059 hari
2. Sistem sideris, yang didasarkan atas pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta, dimana: 1 hari = 23 jam 56 menit 4.0906 detik = 86164.0906 detik 1 bulan = 27.321661 hari.
Ada perbedaan antara periode bulan sideris dan sinodis. Pada periode sinodis, satu bulan penuh adalah 29.5 hari dimana posisi bulan kembali ke posisi semula tepat pada garis lurus antara matahari dan bumi, dan rutenya berupa lingkaran. Sementara pada periode bulan sideris satu bulan penuh ditempuh selama 27.3 hari dan rutenya bukan berupa lingkaran, melainkan berbentuk kurva yang panjangnya L. Nilai L ini secara matematis dapat dituliskan sebagai:
L = v . T
Dimana:
v = kecepatan gerak bulan
T = periode revolusi bulan = 27.321661 hari
Sudut yang dibentuk oleh revolusi bulan selama satu bulan sideris, adalah: 27.321661 hari
a = --------------------- x 360o
365.25636 hari
a = 26.92848o
Sebuah catatan yang perlu diketahui adalah tentang kecepatan bulan (v). Ada dua tipe kecepatan bulan, yaitu:
1. Kecepatan relatif terhadap bumi yang bisa dihitung dengan rumus berikut: ve = 2 . p . R / T
Dimana:
R = jari-jari revolusi bulan = 384264 km
T = periode revolusi bulan = 655.71986 jam
Jadi, ve = 2 x 3.14162 x 384264 km / 655.71986 jam
= 3682.07 km/jam
2. Kecepatan relatif terhadap bintang atau alam semesta. Kecepatan ini yang akan diperlukan untuk menentukan perhitungan kecepatan cahaya (sang urusan). Menurut Albert Einstein, kecepatan jenis kedua ini dapat dihitung dengan mengalikan kecepatan jenis pertama dengan Cos a, sehingga secara matematis:
v = ve x Cos a
Dimana:
a = sudut yang dibentuk oleh revolusi bumi selama satu bulan sideris, = 26.92848o
Selanjutnya dengan mengingat beberapa parameter yang sudah diketahui berikut ini:
L = v . T,
v = ve . Cos a,
ve = 3682.07 km/jam,
a = 26.92848o,
T = 655.71986 jam, dan
t = 86164.0906 det,
maka nilai kecepatan sang urusan akan menjadi:
c.t = 12000 . L
c.t = 12000 . v.T
c.t = 12000 .(ve.Cos a).T
c = 12000.ve.Cos a.T/t
c = 12000 x 3682.07 km/jam x 0.89157 x 655.71986 jam/86164.0906 det
c = 299792.5 km/det
Jadi:
c = 299792.5 km/det
Kita bandingkan c (kecepatan sang urusan) hasil perhitungan ini dengan nilai c (kecepatan cahaya) sebagaimana yang sudah diketahui!
Nilai c hasil perhitungan => c = 299792.5 km/det
Nilai c hasil pengukuran:
1. US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det
2. The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590+0.0008 km/det
Selasa, 14 Oktober 2008
Tiga Puluh Tiga Tahun Perjalanan Pioneer 10 : Pengembara di ruang planet
Pada tanggal 2 Maret 2005 yang akan datang, tepat 33 tahun sejak wahana angkasa Pioneer 10 diluncurkan ke ruang angkasa. Saat ini Pioneer 10 berada pada jarak sekira 12,7 miliar kilometer dari Bumi atau lebih dari 2 kali jarak si bungsu Pluto dari Matahari. Setelah meninggalkan Bumi dan dilanjutkan dengan pengembaraan di ruang antarplanet, kini Pioneer 10 sedang menuju ruang antarbintang mengarah ke bintang Aldebaran di rasi Taurus.
Pada 23 Januari 2003 silam telah diterima sinyal lemah terakhir dari wahana ruang angkasa Pioneer 10 di stasiun pengendali di Bumi. Setelah pada awal Februari di tahun yang sama tidak lagi diterima sinyal-sinyal terakhir dari Pioneer 10 dan usaha-usaha yang dilakukan guna berkomunikasi pun tidak membuahkan hasil, disimpulkan sumber tenaga wahana sudah berada di bawah batas minimal untuk dapat berkomunikasi. Berkaitan dengan kondisi ini, pihak NASA Ames Research Center pun memutuskan untuk tidak lagi melakukan upaya kontak lebih lanjut.
Pioneer 10 merupakan bagian dari Projek Pioneer milik badan antariksa Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Administration / NASA), dengan tiga misi ilmiah berbeda, yaitu penelitian Bulan (Pioneer seri 1 hingga 4), penelitian Matahari (Pioneer 5 sampai 9), dan penelitian planet-planet luar, yaitu planet-planet di luar sabuk asteroid (Pioneer 10 dan 11).
Meskipun kehadiran populasi asteroid di antara orbit planet Mars dan Jupiter telah diketahui, pada tahun 1960-an para astronom belum dapat memperkirakan kerapatannya. Sebagai akibatnya, penerbangan ruang angkasa melintasi daerah yang membentang antara 2,1 hingga 3,3 satuan astronomi (1 satuan astronomi sekira 150 juta kilometer, jarak rata-rata Bumi-Matahari) dari Matahari tersebut menjadi sulit diperhitungkan.
Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, tidak ada jalan lain selain berani mengirimkan wahana antariksa untuk menerobos barikade sabuk asteroid tersebut. Pioneer 10 yang didesain untuk "misi martir" tersebut. Seandainya selamat, ia juga akan mengemban misi utama lain, yaitu "melihat" Jupiter dari dekat untuk pertama kali guna menghasilkan gambar-gambar beresolusi tinggi dari planet terbesar di Tata Surya ini berikut satelit-satelitnya, juga mengukur medan magnet (magnetosfer) Jupiter dan radiasi lingkungan dalam sistem Jovian.
Sejarah eksplorasi ruang angkasa mencatat Pioneer 10 sebagai wahana antariksa pertama yang berhasil menerobos daerah hunian asteroid dengan selamat. Sabuk asteroid ternyata tidak lah serapat yang diduga sebelumnya. Pioneer 10 juga menjadi benchmark bagi misi-misi besar sesudahnya dalam penggunaan teknik umpan gravitasi untuk mengubah kecepatan wahana saat melintasi planet-planet yang dapat menekan penggunaan energi.
Berbeda dengan wahana-wahana antariksa sebelumnya dengan tujuan planet-planet dalam (inner planet), Pioneer 10 yang khusus dirancang untuk tujuan planet-planet luar (outer planet) dan melanjutkan perjalanannya menjauhi Matahari, menggunakan Radioisotope Thermonuclear Generator (RTG) dengan isotop plutonium-238 sebagai pembangkit energinya. RTG mampu menghasilkan daya listrik sebesar 155 watt yang akan memasok energi bagi wahana berbobot 258 kilogram ini.
Dua puluh satu bulan setelah peluncuran, tepatnya pada 3 Desember 1973, Pioneer 10 mencapai jarak terdekatnya ke Jupiter pada jarak sekira 200.000 kilometer. Pada perjumpaan dekatnya dengan Jupiter tersebut, Pioneer 10 berhasil memindai sabuk radiasi yang cukup kuat dari planet yang namanya diambil dari raja para dewa dalam mitologi Romawi ini, informasi tentang sumber semburan elektron yang terdeteksi sampai lingkungan dekat Bumi (yang ternyata berasal dari Jupiter), juga memetakan medan magnet planet yang bervariasi (mengembang dan menyusut) sesuai dengan tekanan angin surya yang diterima planet gas ini dari Matahari.
Setelah berjumpa Jupiter dan meneruskan perjalanannya menuju tepian tata surya, Pioneer 10 menginformasikan kepada para ilmuwan di Bumi tentang masih terdeteksinya berbagai aktivitas Matahari sampai di luar orbit Pluto. Pioneer 10 berhasil melalui satu-satunya planet di tata surya yang berada di daerah Sabuk Kuiper ini pada April 1983. Saat itu, Pioneer 10 menjadi satu-satunya wahana antariksa buatan manusia yang berada di jarak terjauh dari Bumi tempat asalnya, yaitu sejarak 4,3 miliar kilometer.
Bergerak dengan kelajuan konstan sekira 12 km/detik (kecepatan roket pesawat ulang-alik untuk lepas dari gravitasi Bumi sekira 11 km/detik), Pioneer 10 saat ini masih berada di daerah Sabuk Kuiper pada jarak sekira 85 satuan astronomi dari Matahari. Sabuk Kuiper adalah sebuah daerah yang membentang sampai sejauh 100 satuan astronomi dari Matahari. Keberhasilan Pioneer 10 menerobos halang-rintang populasi asteroid tidak lama diikuti saudaranya, Pioneer 11, yang diluncurkan setahun kemudian dengan misi mengamati Saturnus dari jarak dekat.
Meskipun misi Pioneer 10 secara resmi berakhir pada 31 Maret 1997 silam, pengolahan data ilmiah yang dikirimkannya dan penelusuran posisi wahana ini secara acak masih dilakukan pada tahun-tahun setelahnya. Barulah pada 7 Februari 2003 silam para ilmuwan di NASA Ames Research Center memutuskan untuk tidak lagi melakukan upaya kontak dengan wahana ini karena ketidakmampuan wahana melakukan komunikasi dengan Bumi.
Pada jarak Pioneer 10 yang sekarang dan dengan kecepatan transmisi gelombang elektromagnetik sebesar 300.000 km/detik (kecepatan interaksi maksimum yang terdapat di alam semesta), untuk komunikasi bolak-balik (Bumi-Pioneer 10-Bumi) diperlukan waktu 23 jam 37 menit atau hampir sekira satu hari.
Pioneer 10 beserta saudaranya, Pioner 11, merupakan contoh sebuah misi eksplorasi ruang angkasa dengan keberhasilan besar dalam studi tentang tata surya, baik dalam hal membuktikan apa yang diprediksikan para ilmuwan di Bumi maupun temuannya untuk hal-hal yang tidak diduga sama sekali sebelumnya. Pioneer 10 yang selama 25 tahun (1972 - 1997) misi ilmiahnya telah menghabiskan dana senilai 350 juta dolar AS, kini mengembara sendiri mengarah ke bintang raksasa merah Aldebaran di rasi Taurus berjarak 68 tahun cahaya dari Matahari (1 tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer), sebuah jarak tempuh yang baru akan dicapainya lebih 2 juta tahun dari sekarang.
Pada 18 November 1999 silam, US Postal Service menerbitkan perangko untuk memperingati misi Pioneer 10, sebagai satu dari 15 ikon selama era 1970-an, dengan inskripsi berbunyi: "Launched March 1972, Pioneer 10 was the first spacecraft to travel to an outer planet, providing data and images of Jupiter. Eleven years later, it became the first man-made object to leave the solar system."
Abad 20 yang baru lalu dapat disebut sebagai abad antariksa dan dasawarsa pertama abad ke-21 ini pun telah dipenuhi sejumlah jadwal peluncuran wahana baru (baik yang sudah maupun akan diluncurkan) untuk menguak rahasia kosmos lebih dalam, seperti misi INTEGRAL, Mars Exploration Rover, MESSENGER, New Horizon, Terrestrial Planet Finder, DARWIN dan masih banyak lagi yang merupakan projek kolaborasi antarbangsa dengan tradisi ilmiah yang kuat.
Untuk apakah misi-misi ruang angkasa tersebut? Adakah manfaatnya secara langsung maupun tidak langsung? Manfaat secara langsung tentunya adalah imbas teknologi yang dikembangkan yang juga akan bermanfaat dalam bidang-bidang lainnya mengingat sains ruang angkasa merupakan muara dari berbagai disiplin ilmu. Di dalamnya, kita tidak hanya menjumpai astronomi, melainkan juga sains atmosfer, geofisika, meteorologi, fisika plasma, mekanika benda langit dan bahkan berbagai ilmu rekayasa seperti aeronautika, teknologi informasi, material dan sebagainya.
Kondisi yang dijumpai di ruang angkasa tentunya berbeda dengan lingkungan Bumi. Efek tanpa bobot yang dijumpai di luar atmosfer Bumi tersebut, saat ini tengah dieksplorasi pemanfaatannya dalam proses kristalisasi dan purifikasi (pemurnian) obat-obatan. Eksplorasi ruang angkasa yang menurut sejarahnya dipicu perkembangan teknologi penerbangan yang tidak lepas dari pengaruh kepentingan militer, dalam lingkungan Bumi yang kasat mata telah dapat dimanfaatkan melalui penempatan satelit yang mengorbit guna keperluan komunikasi, survei sumber daya alam, maupun studi cuaca.
Dalam tinjauan ke depan, eksplorasi ruang angkasa ditujukan untuk mengembangkan lingkungan Bulan sebagai pangkalan perjalanan angkasa, bahkan membentuk koloni besar manusia di antariksa. Kucuran dana bagi eksplorasi ruang angkasa juga dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik, apakah itu berupa keunggulan secara teknologi, militer, ataukah "kebanggaan sebagai sebuah bangsa".
Pioneer 10 at Jupiter.gif
{0><}0{>729 x 488 - 194k<0} - gif
commons.wikimedia.org
Pioneer 10
Pada 23 Januari 2003 silam telah diterima sinyal lemah terakhir dari wahana ruang angkasa Pioneer 10 di stasiun pengendali di Bumi. Setelah pada awal Februari di tahun yang sama tidak lagi diterima sinyal-sinyal terakhir dari Pioneer 10 dan usaha-usaha yang dilakukan guna berkomunikasi pun tidak membuahkan hasil, disimpulkan sumber tenaga wahana sudah berada di bawah batas minimal untuk dapat berkomunikasi. Berkaitan dengan kondisi ini, pihak NASA Ames Research Center pun memutuskan untuk tidak lagi melakukan upaya kontak lebih lanjut.
Pioneer 10 merupakan bagian dari Projek Pioneer milik badan antariksa Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Administration / NASA), dengan tiga misi ilmiah berbeda, yaitu penelitian Bulan (Pioneer seri 1 hingga 4), penelitian Matahari (Pioneer 5 sampai 9), dan penelitian planet-planet luar, yaitu planet-planet di luar sabuk asteroid (Pioneer 10 dan 11).
Meskipun kehadiran populasi asteroid di antara orbit planet Mars dan Jupiter telah diketahui, pada tahun 1960-an para astronom belum dapat memperkirakan kerapatannya. Sebagai akibatnya, penerbangan ruang angkasa melintasi daerah yang membentang antara 2,1 hingga 3,3 satuan astronomi (1 satuan astronomi sekira 150 juta kilometer, jarak rata-rata Bumi-Matahari) dari Matahari tersebut menjadi sulit diperhitungkan.
Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, tidak ada jalan lain selain berani mengirimkan wahana antariksa untuk menerobos barikade sabuk asteroid tersebut. Pioneer 10 yang didesain untuk "misi martir" tersebut. Seandainya selamat, ia juga akan mengemban misi utama lain, yaitu "melihat" Jupiter dari dekat untuk pertama kali guna menghasilkan gambar-gambar beresolusi tinggi dari planet terbesar di Tata Surya ini berikut satelit-satelitnya, juga mengukur medan magnet (magnetosfer) Jupiter dan radiasi lingkungan dalam sistem Jovian.
Sejarah eksplorasi ruang angkasa mencatat Pioneer 10 sebagai wahana antariksa pertama yang berhasil menerobos daerah hunian asteroid dengan selamat. Sabuk asteroid ternyata tidak lah serapat yang diduga sebelumnya. Pioneer 10 juga menjadi benchmark bagi misi-misi besar sesudahnya dalam penggunaan teknik umpan gravitasi untuk mengubah kecepatan wahana saat melintasi planet-planet yang dapat menekan penggunaan energi.
Berbeda dengan wahana-wahana antariksa sebelumnya dengan tujuan planet-planet dalam (inner planet), Pioneer 10 yang khusus dirancang untuk tujuan planet-planet luar (outer planet) dan melanjutkan perjalanannya menjauhi Matahari, menggunakan Radioisotope Thermonuclear Generator (RTG) dengan isotop plutonium-238 sebagai pembangkit energinya. RTG mampu menghasilkan daya listrik sebesar 155 watt yang akan memasok energi bagi wahana berbobot 258 kilogram ini.
Dua puluh satu bulan setelah peluncuran, tepatnya pada 3 Desember 1973, Pioneer 10 mencapai jarak terdekatnya ke Jupiter pada jarak sekira 200.000 kilometer. Pada perjumpaan dekatnya dengan Jupiter tersebut, Pioneer 10 berhasil memindai sabuk radiasi yang cukup kuat dari planet yang namanya diambil dari raja para dewa dalam mitologi Romawi ini, informasi tentang sumber semburan elektron yang terdeteksi sampai lingkungan dekat Bumi (yang ternyata berasal dari Jupiter), juga memetakan medan magnet planet yang bervariasi (mengembang dan menyusut) sesuai dengan tekanan angin surya yang diterima planet gas ini dari Matahari.
Setelah berjumpa Jupiter dan meneruskan perjalanannya menuju tepian tata surya, Pioneer 10 menginformasikan kepada para ilmuwan di Bumi tentang masih terdeteksinya berbagai aktivitas Matahari sampai di luar orbit Pluto. Pioneer 10 berhasil melalui satu-satunya planet di tata surya yang berada di daerah Sabuk Kuiper ini pada April 1983. Saat itu, Pioneer 10 menjadi satu-satunya wahana antariksa buatan manusia yang berada di jarak terjauh dari Bumi tempat asalnya, yaitu sejarak 4,3 miliar kilometer.
Bergerak dengan kelajuan konstan sekira 12 km/detik (kecepatan roket pesawat ulang-alik untuk lepas dari gravitasi Bumi sekira 11 km/detik), Pioneer 10 saat ini masih berada di daerah Sabuk Kuiper pada jarak sekira 85 satuan astronomi dari Matahari. Sabuk Kuiper adalah sebuah daerah yang membentang sampai sejauh 100 satuan astronomi dari Matahari. Keberhasilan Pioneer 10 menerobos halang-rintang populasi asteroid tidak lama diikuti saudaranya, Pioneer 11, yang diluncurkan setahun kemudian dengan misi mengamati Saturnus dari jarak dekat.
Meskipun misi Pioneer 10 secara resmi berakhir pada 31 Maret 1997 silam, pengolahan data ilmiah yang dikirimkannya dan penelusuran posisi wahana ini secara acak masih dilakukan pada tahun-tahun setelahnya. Barulah pada 7 Februari 2003 silam para ilmuwan di NASA Ames Research Center memutuskan untuk tidak lagi melakukan upaya kontak dengan wahana ini karena ketidakmampuan wahana melakukan komunikasi dengan Bumi.
Pada jarak Pioneer 10 yang sekarang dan dengan kecepatan transmisi gelombang elektromagnetik sebesar 300.000 km/detik (kecepatan interaksi maksimum yang terdapat di alam semesta), untuk komunikasi bolak-balik (Bumi-Pioneer 10-Bumi) diperlukan waktu 23 jam 37 menit atau hampir sekira satu hari.
Pioneer 10 beserta saudaranya, Pioner 11, merupakan contoh sebuah misi eksplorasi ruang angkasa dengan keberhasilan besar dalam studi tentang tata surya, baik dalam hal membuktikan apa yang diprediksikan para ilmuwan di Bumi maupun temuannya untuk hal-hal yang tidak diduga sama sekali sebelumnya. Pioneer 10 yang selama 25 tahun (1972 - 1997) misi ilmiahnya telah menghabiskan dana senilai 350 juta dolar AS, kini mengembara sendiri mengarah ke bintang raksasa merah Aldebaran di rasi Taurus berjarak 68 tahun cahaya dari Matahari (1 tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer), sebuah jarak tempuh yang baru akan dicapainya lebih 2 juta tahun dari sekarang.
Pada 18 November 1999 silam, US Postal Service menerbitkan perangko untuk memperingati misi Pioneer 10, sebagai satu dari 15 ikon selama era 1970-an, dengan inskripsi berbunyi: "Launched March 1972, Pioneer 10 was the first spacecraft to travel to an outer planet, providing data and images of Jupiter. Eleven years later, it became the first man-made object to leave the solar system."
Abad 20 yang baru lalu dapat disebut sebagai abad antariksa dan dasawarsa pertama abad ke-21 ini pun telah dipenuhi sejumlah jadwal peluncuran wahana baru (baik yang sudah maupun akan diluncurkan) untuk menguak rahasia kosmos lebih dalam, seperti misi INTEGRAL, Mars Exploration Rover, MESSENGER, New Horizon, Terrestrial Planet Finder, DARWIN dan masih banyak lagi yang merupakan projek kolaborasi antarbangsa dengan tradisi ilmiah yang kuat.
Untuk apakah misi-misi ruang angkasa tersebut? Adakah manfaatnya secara langsung maupun tidak langsung? Manfaat secara langsung tentunya adalah imbas teknologi yang dikembangkan yang juga akan bermanfaat dalam bidang-bidang lainnya mengingat sains ruang angkasa merupakan muara dari berbagai disiplin ilmu. Di dalamnya, kita tidak hanya menjumpai astronomi, melainkan juga sains atmosfer, geofisika, meteorologi, fisika plasma, mekanika benda langit dan bahkan berbagai ilmu rekayasa seperti aeronautika, teknologi informasi, material dan sebagainya.
Kondisi yang dijumpai di ruang angkasa tentunya berbeda dengan lingkungan Bumi. Efek tanpa bobot yang dijumpai di luar atmosfer Bumi tersebut, saat ini tengah dieksplorasi pemanfaatannya dalam proses kristalisasi dan purifikasi (pemurnian) obat-obatan. Eksplorasi ruang angkasa yang menurut sejarahnya dipicu perkembangan teknologi penerbangan yang tidak lepas dari pengaruh kepentingan militer, dalam lingkungan Bumi yang kasat mata telah dapat dimanfaatkan melalui penempatan satelit yang mengorbit guna keperluan komunikasi, survei sumber daya alam, maupun studi cuaca.
Dalam tinjauan ke depan, eksplorasi ruang angkasa ditujukan untuk mengembangkan lingkungan Bulan sebagai pangkalan perjalanan angkasa, bahkan membentuk koloni besar manusia di antariksa. Kucuran dana bagi eksplorasi ruang angkasa juga dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik, apakah itu berupa keunggulan secara teknologi, militer, ataukah "kebanggaan sebagai sebuah bangsa".
Pioneer 10 at Jupiter.gif
{0><}0{>729 x 488 - 194k<0} - gif
commons.wikimedia.org
Pioneer 10
Kosmografi Untuk Memahami Kehidupan
Mata kuliah Kosmografi merupakan mata kuliah pendukung dalam studi geografi. Terdapat beberapa objek materi geografi yang perlu penjelasan dari kosmografi, seperti keadaan iklim, perubahan iklim baik yang terjadi di belahan bumi utara maupun di belahan bumi selatan, terjadinya angin muson di Indonesia, pembagian waktu, pembelokan arah angin, pasang naik-pasang surut air laut. Materi/pokok bahasan yang diberikan dalam kosmografi antara lain : Universe (jagat raya), galaksi, bintang, tata surya, gerakan bumi, bulan dan gerhana, penanggalan, serta lukisan bola langit serta pengaruhnya terhadapa kehidupan manusia. Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa memiliki pengetahuan dan wawasan tentang jagat raya beserta isinya sebagai bekal mereka sebagai calon guru geografi di sekolah. Dan yang tidak kalah pentingnya mahasiswa menyadari akan kebesaran Allah sehungga diharapkan dapat meningkatkan keimanannya.
Langganan:
Postingan (Atom)